Bukan akhir, Tapi Awal
Oleh : Ridho Al Ghifari
Siswa Kelas 5C MIN 2 Kota Madiun
Sewaktu masih rutin sekolah yang ‘normal’ aku dan beberapa teman sekelas suka berandai-andai berkeinginan sekolah libur, waktu itu kami pikir akan menyenangkan. Sekolah libur bebas dari tugas-tugas, bebas bisa bermain termasuk main game online bareng-bareng. Dan kemudian seperti keinginan yang terkabul, tepat setahun lalu kegiatan belajar sekolah di rumahkan. Pekan-pekan awal kami (aku dan beberapa teman) merasa bahagia, secara sekolah tanpa harus ke sekolah. Waktu itu tidak bermaksud bahagia di atas penderitaan juga sih… Karena kami di rumahkan sekolahnya karena satu wabah penyakit yang mendunia. Kondang nama nya penyakit Corona penyebabnya virus Covid-19 yang menyerang sistem pernafasan. Agak rumit sih menjelaskannya. Intinya virus itu menjadi pandemi di Indonesia yang asal muasalnya dari Wuhan, Negara China.
Ternyata kondisi itu tak seindah bayangan ku. Kegiatan kami semua di rumahkan. Tidak cuma sekolah, orang tua teman-temanku yang bekerja di luar rumah pun ikut di rumahkan bekerjanya, pasar-pasar serta fasilitas umum ditutup dan kami harus melakukan masa isolasi (karantina) mandiri di rumah. Setahun lalu itu dibeberapa bulannya kami sempat merasa ketakutan, walaupun aku masih bisa bercanda bebas di group medsos lewat daring, karena pelarangan berkerumun dan bertatap muka tapi hal itu tidak menghilangkan rasa cemas ku. Akibat dari peraturan itu juga pembatasan aktifitas dunia nyata, belajar pun dilakukan lewat dunia maya alias daringan. Aku sempat berfikir dunia akan kiamat atau berakhir, asli aku takut banget. Aku yang dulu memakai gadget telepon seluler hanya pas hari-hari libur sekolah, dan itu rasanya seperti aku menjadi Ultraman, kalau sekarang dah biasa-biasa aja rasanya seperti Ultraman gak ada musuh nya, datar-datar aja, cenderung bosan malahan. Sebab semua tugas belajar dan ulangan pun kami lakukan di rumah lewat jarak jauh menggunakan fasilitas telepon seluler dan komputer, aku seperti berilmu di alam gaib.
Hal lainnya dari belajar di masa pandemi ini membuktikan kalau ayah dan bunda ku gak cocok jadi guru. Pas aku lagi ketemu materi pelajaran yang tidak aku mengerti lalu mau tanya, bunda masih repot mengurus rumah atau membantu adik ku yang masih sekolah TK melakukan kegiatan daring juga, akhir nya aku gak jadi banyak tanya karena udah gak enak hati. Kadang juga bunda suka marah (merajuk) kalau pas menjelaskan materi aku nya mendadak Telmi (telat mikir) tapi aku maklum mungkin bunda sudah mulai kelebihan muatan berfikir, terkadang ayahku yang memang bekerjanya di rumah sering gantian mengajariku, hanya saja ayah orangnya terlalu santai suka bercanda, jadi aku suka ragu dengan penjelasannya itu beneran atau lagi dagelan .
Walhasil aku sangat akrab berteman dengan Mbah Google (dikesempatan ini juga aku mau berterimakasih kepada Mbah Google beserta jajarannya, salam layar sentuh). Dan yang bikin sebel kalau belajar daring itu kalau pas aku istirahat, buka aplikasi game sebentar aja, terus keliatan sama bunda, langsung diteriakin,” Terus nang…terus,terus tutuk no leh mu dolanan Hp ne..kon sinau malah dolanan,”. Gimana perasaan mu coba? Dari jam 07.30 pagi mulai belajar daring kadang siang les tambahan daring juga pakai HP, dikira aku main ular tangga apa ya? “Itu semua belajar loh bun…” kata ku dalam hati. Iya…isi ne mung ngebathin tok leh debat sama bunda.
Tapi, hidup harus tetap berjalan, kata bunda. Apa pun kondisi nya sekarang pesan bunda dan ustad / ustadzah mengajarkan aku untuk harus tetap bersyukur. Walaupun terbatas cara belajar ku bersekolah, cara ku bergaul dengan teman-teman sekelas hanya lewat daringan group medsos tapi silahturahmi itu tetap ada. Aku juga sangat bersyukur keluarga ku masih diberi nikmat sehat, rezeki yang melimpah meskipun berita bilang ekonomi negara ku lagi resesi.
Bunda memang tidak cocok jadi guru, tapi beliau sangat berbakat menjadi motivator. Beliau memotivasi ku untuk lebih rajin beribadah Sholat lima waktu, Tadarusan (hasilnya bacaan Al Qur’an ku lancar meski tak sehebat ahli tilawah dan para hafidz), lebih rajin lagi membaca materi pelajaran, berita online atau pakai aplikasi perpustakaan online, bunda juga mengingatkan aku penting nya menjaga kesehatan lewat aturan sering-sering cuci tangan, membantuku belajar bercerita tentang unek unek ku kedalam bentuk tulisan, bahkan memotivasiku hal yang baru yaitu ikut lomba baca puisi (virtual) yang dulu tidak pernah terfikir oleh ku untuk ikut, meskipun belum menang. Bunda banyak memotivasi mentalku untuk tetap semangat belajar banyak hal baru dan rutinitas baru, belajar membantu bunda mencuci beras, belajar memasak nasi pakai magic com, belajar mencuci baju bekas pakai sendiri, belajar lebih disiplin waktu mengerjakan tugas supaya jadi lebih mandiri. Yang pasti aku semakin fasih berseluncur (main tiktokan juga) di dunia maya alias kekinian tanpa kecanduan.
Nikmat adalah nikmat tatkala tiada, ketika ada ia hanya kelaziman semata meminjam ungkapan bundaku, jadi tetap semangat, tetap beraktifitas dengan mematuhi protokol kesehatan dan yakin kalau semua akan baik-baik saja, perbanyak bersyukur, karena ditiap-tiap kesulitan pasti ada kemudahan ini yang selalu diingatkan bunda ku. Pasti heran, kok selalu kata bunda ya aku lebih banyak sebut, sebab ayah mode refresh buat ku, bagian hiburanku. Alasan lain sebab ayah isi nya mung dagelan tok, dan aku suka. Masa pandemi bukan akhir dari semuanya, kata ayah dan bunda, melainkan awal dari semangat belajar yang baru menjadi lebih mandiri.. Jadi, Yuk semangat !!
Tinggalkan Komentar