Membangun Karakter Siswa yang Bijak dalam Menggunakan Media Sosial
Oleh : Mustain Ashari, S.Pd.I.
Guru MIN 2 Kota Madiun
Para pelajar selaku generasi merupakan aset yang berharga bagi bangsa Indonesia. Sejak jaman kolonialisme Belanda, peran pemuda sangat besar dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Terhitung saat ini hampir 75 tahun Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, tentunya generasi muda saat ini sudah berganti era. Dimana saat ini para pelajar hidup pada zaman yang sudah serba modern. Pendidikan, kehidupan sosial, gaya hidup, dan cara pandang para pemuda Indonesia di uji dengan kondisi saat ini. Kemajuan ini juga memunculkan tantangan dan juga peluang bagi bangsa Indonesia untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang tidak lain adalah para pelajar agar mereka mampu meneruskan estafet dalam mempertahankan dan memajukan bangsa.
Arus perkembangan teknologi dan informasi berjalan dengan begitu cepat. Hal ini dapat dilihat dari semakin canggihnya alat komunikasi dan juga semakin mudahnya manusia melakukan komunikasi dan mengakses informasi. Hampir semua orang saat ini selalu berdampingan dengan teknologi informasi dari yang sudah tua, anak muda bahkan anak-anak sudah akrab dan berteman dengan teknologi informasi.
Salah satu bentuk perkembangan teknologi informasi adalah adanya media sosial. Media sosial merupan ‘tren’ yang sudah sangat umum di kalangan masyarakat. Maraknya media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, Telegram dan lain-lain sangat membantu masyarakat dalam mengakses informasi dan berkomunikasi serta memberikan kemudahan-kemudahan dibidang-bidang seperti pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan dan sebagainya. Disamping berbagai kemudahan dan dampak positif yang diperoleh dari penggunaan media sosial ternyata juga banyak dampak negatif dari penggunaan media sosial.
Dampak negatif ini dirasakan dan dialami oleh banyak kalangan termasuk diantaranya adalah generasi muda. Banyak generasi muda kita khususnya pelajar saat ini kurang ‘cakap’ dalam menggunakan media sosial. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pelajar, baik itu di dalam media sosial (dunia maya) itu sendiri ataupun diluar media sosial (dunia nyata). Hal ini seharusnya tidak akan terjadi apabila para pelajar bijak dalam menggunakan dan ‘menundukkan’ media sosial. Bukan malah sebaliknya media sosial yang menguasai para pelajar.
Berbagi hal negatif seperti kasus Bullying, ujaran kebencian, berita bohong atau Hoax, diskriminasi terhadap individu atau kelompok tertentu, kejahatan seksual, penipuan dan masih banyak lagi hal-hal lain sering terjadi lewat media sosial. Dan ironisnya banyak dari kalangan pelajar yang menjadi pelaku dan juga menjadi korban dari hal-hal negatif tersebut. Hal ini bukan saja akan merusak para pelajar tetapi secara jangka Panjang juga akan merusak masa depan Indonesia.
Sebenarnya jika ditinjau dari nama media sosial berarti ini merujuk pada suatu alat, perangkat atau wadah yang bisa digunakan oleh manusia untuk berhubungan sosial dengan manusia lainnya sebagai salah satu alternatif dalam memudahkan hubungan sosial tersebut. Menurut Caleb T. Carr dan Rebecca A. Hayes dalam Ambar (2016), Media sosial adalah media berbasis internet yang memungkinkan pengguna berkesempatan untuk berinteraksi dan mempresentasikan diri, baik secara seketika (langsung) ataupun tertunda, dengan khalayak luas maupun tidak yang mendorong nilai dari user-generated content dan persepsi interaksi dengan orang lain.
Pada tahun 2011 Jan H. Kietzmann, Kritopher Hermkens, Ian P. McCarthy dan Bruno S. Silvestre dalam Danang Sangga Buana (2017) mendefinisikan media sosial dengan tujuh kotak bangunan fungsi. Pertama adalah Identity yaitu media sosial berfungsi untuk menggambarkan identitas dari penggunanya; Kedua adalah Conversations yaitu media sosial berfungsi agar para pengguna dapat berinteraksi dan berkomuniksi dengan pengguna lainnya; Ketiga adalah Sharing, yaitu sebagai tempat pertukaran, pembagian, serta penerimaan konten berupa teks, gambar, atau video yang dilakukan oleh pengguna; Keempat yaitu Presence, media sosial berfungsi agar pengguna dapat mengakses pengguna lainnya; Kelima adalah Relationship, yakni berfungsi agar antar pengguna saling terhubung atau terkait; Keenam adalah Reputation, yakni fungsi untuk mengidentifikasi orang lain serta dirinya sendiri. Ketujuh adalah Groups, maksudnya media sosial dapat berfungsi untuk membentuk suatu komunitas atau sub-komunitas yang memiliki latar belang, minat, atau demografi tertentu.
Dilihat dari arti dan juga fungsi media sosial tersebut menunjukkan bahwa media sosial sifatnya adalah netral. Ia bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat dan bernilai guna positif bagi para penggunanya. Disisi lain ia juga akan merusak dan berdampak negatif jika penggunanya kurang bijak dalam menggunakannya. Untuk itu bijak dan ‘cakap’ dalam menggunakan sosial merupakan hal yang sangat penting di saat ini. Apalagi bagi para pelajar yang kesehariannya seakan-akan tidak bisa lepas dari media sosial.
Sebagai pribadi yang masih labil, para pelajar merupakan usia yang sangat rentan terkena dampak negatif penggunaan media sosial. Hal ini tidak lepas dari sifat pelajar yang meliki rasa ingin tahu yang tinggi dan ingin mencoba hal baru. Laporan Statista dalam Ambar (2020), mencatat pengguna media sosial di Indonesia pada 2020 paling banyak yakni berusia 25-34 tahun. Rinciannya, pengguna laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 20,6% dan 14,8%. Posisi selanjutnya yakni pengguna berusia 18-24 tahun. Rinciannya, pengguna laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 16,1% dan 14,2%. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia paling sedikit yakni berusia 55-64 tahun. Kemudian usia 65 tahun ke atas.
Diambil dari : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/23/berapa-usia-mayoritas-pengguna-media-sosial-di-indonesia#
Banyaknya remaja usia pelajar yang menggunakan media sosial dan setiap tahunnya bertambah besar prosentasenya, ini sangat memungkinkan angka penyalah gunaan media sosial akibat kurang bijak dalam menggunakannya juga akan terus meningkat. Maka diperlukan orang dewasa untuk memberikan pemahaman kepada para pelajar tentang bijak dalam bermedia sosial. Dalam hal ini peran guru dan orang tua sangat vital dalam memberikan pemahaman dan mengontrol pelajar dalam bermedia sosial. Hal ini dikarenakan guru merupakan orang yang dekat dengan siswa di lembaga pendidikan yang nasehatnya ditaati oleh siswa dan dianggap orang yang memiliki pengetahuan yang lebih. Sementara itu orang tua meupakan orang yang dekat pelajar ketika ia di rumah. Guru dan orang tua harus tahu bagaimana aktifitas dan keadaan siswa setiap saat bahkan di media sosial.
Prasyarat bagi guru dan orang tua untuk bisa memberikan pemahaman kepada pelajar dan dapat mengontrol aktifitas siswa di media sosial, sudah seharusnya seorang guru dan orang tua juga harus mengikuti perkembangan media sosial dan mau belajar hal-hal baru tentang media sosial. Selain itu guru dan orang tua juga harus selalu berbagi pengalaman kepada siswa tentang hal-hal yang ada media sosial contohnya terkait dengan penerimaan suatu berita atau informasi, guru dan orang tua harus selalu mengingatkan pelajar agar selektif ketika menerima informasi atau berita sebelum dikonsumsi atau di bagikan ke orang lain.
Agar pelajar menjadi terampil dalam menyaring informasi baik berupa tulisan, tayangan video dan lain-lain, maka budaya literasi harus ditanamkan dalam diri pelajar tersebut. Umpamanya kita sering melihat berita yang judul yang di tampilkan dilebih-lebihkan, kurang sesuai dengan isinya, atau bahkan bertolak belakang dengan isinya. Hal ini jika siswa tidak dilatih dengan menumbuhkan budaya literasi maka ia akan mudah untuk dipengaruhi oleh berita-berita yang belum jelas kebenarannya. Dengan menumbuhkan literasi pada diri pelajar, maka ia akan lebih bijak dalam menyikapi suatu informasi dan tidak gampang terpengaruh oleh arus informasi yang menyesatkan.
Selain menanamkan budaya literasi kepada pelajar, norma agama dan norma sosial juga merupakan spirit agar pelajar lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Dalam doktrin agama ada sikap Tawasuth atau sikap tengah-tengah. Maksudnya sikap yang tidak fanatik terhadap sesuatu. Sikap ini akan sangat berguna bagi pelajar agar ia tidak terjebak dalam pertikaian antar kelompok tertentu yang terjadi di media sosial. Selain itu ada juga sikap Tasammuh atau sikap toleransi. Hal ini akan sangat bermanfaat agar pelajar menghargai orang lain ketika menggunakan media sosial dan mau terbuka terhadap pandangan atau pendapat lain yang berbeda dari apa yang ia pahami dan ia yakini. Sikap yang terakhir yang akan memberikan spirit agar pelajar lebih bijak bermedia sosial yaitu sikap Tawazun atau selalu mempertimbangkan dan selalu melakukan klarifikasi terhadap informasi yang ia terima dari media sosial. Selain itu dalam norma sosial kita mengenal budaya ramah dan gotong royong. Hal ini ditanamkan kepada pelajar agar mereka hidup bermasyarakat dan tidak mengasingkan diri dari masyarakat hanya karena nyaman dengan dunia maya atau media sosial.
Jika generasi muda kita khususnya para pelajar memiliki karakter bijak dalam menggunakan media sosial maka bangsa ini akan memiliki penerus yang berpandangan luas, tidak terpengaruh oleh arus perkembangan zaman, berkarakter dan memiliki orientasi maju.
Daftar Pustaka :
Pengalaman pribadi penulis
Annur, Cindy Mutia. (2020). Berapa Usia Mayoritas Pengguna Media Sosial di Indonesia.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/11/23/berapa-usia-mayoritas-pengguna-media-sosial-di-indonesia#
Ambar. (2016). 20 Pengertian Media Sosial Menurut Para Ahli. https://pakarkomunikasi.com/pengertian-media-sosial-menurut-para-ahli#:~:text=Pengertian%20Media%20Sosial%20Menurut%20Para%20Ahli%20Komunikasi&text=McGraw%20Hill%20Dictionary%20%E2%80%93%20Media%20sosial,sebuah%20jaringan%20dan%20komunitas%20virtual
Sangga Buana, Danang. (2017). Dampak Media Sosial Terhadap Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Sentra Industri Keramik Plered, Kabupaten Purwakarta.https://journal.interstudi.edu/index.php/InterKomunika/article/download/37/pdf
Tinggalkan Komentar